Jumat, 18 Maret 2011

Tugas5

Diposting oleh nadiapucino di 03.35 0 komentar
www.gunadarma.ac.id

KEBIJAKKAN PEMBANGUNAN (PERIODE TIAP PELITA)
KEHIDUPAN EKONOMI MASA ORDE BARU
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut.
1.Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi Terpimpin,pemerintah menempuh cara :
Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1) Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
·        rendahnya penerimaan negara
·        tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara
·        terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
·        terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
·        penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
2) Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3) Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
* Mengadakan operasi pajak
* Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
* Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
* Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.
Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal 1968)
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.
Program Rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi, perbankan disalah gunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.
2. Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah, hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya hingga tahun 1972-1979.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1969 dan 1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.
3. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,
·        Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
·        Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
Ø Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
Ø  Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Ø Pemerataan pembagian pendapatan
Ø  Pemerataan kesempatan kerja
Ø  Pemerataan kesempatan berusaha
Ø  Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
Ø  Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
Ø Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
IV. Dampak Kebijakan Politik dan Ekonomi masa Orde Baru
Dampak positif dari kebijakan politik pemerintah Orba :
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
Dampak negatif dari kebijakan politik pemerintah Orba:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralistis.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai negara demokrasi.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilhan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
MONETER
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : 
1.   Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
1.   Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : 
1.   Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
1.   Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
1.   Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
1.   Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
PERKEMBANGAN MONETER
Pertumbuhan tahunan likuiditas perekonomian (M2) dalam triwulan pertama tahun 1998 mencapai rata-rata di atas 50 persen. Interpretasi kenaikan likuiditas ini harus dilakukan dengan cermat karena tidak mencerminkan adanya kondisi ekonomi yang sedang melesu. Jika diamati komponen deposito berjangka dalam dollar yang cenderung menurun sejak bulan Agustus 1997, maka merosotnya nilai tukar Rupiah menjadi faktor utama kenaikan likuiditas perekonomian. (grafik 3) Lonjakan likuiditas perekonomian dalam situasi sektor riil yang lesu menyebabkan dorongan inflasi semakin kuat. Hal ini tercermin dari kenaikan inflasi yang mencapai 33,09 persen dalam periode Januari - April 1998. Dalam rangka menekan inflasi selama tahun 1998, Bank Indonesia telah menyusun program keuangan. Pertumbuhan likuiditas perekonomian direncanakan 16 persen dalam tahun 1998. Target ini akan dicapai melalui pengendalian uang primer (M0), daripada dengan cara membatasi pemberian kredit.
Pengendalian uang primer antara lain dilakukan dengan cara mengaktifkan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Suku bunga SBI dipertahankan pada tingkat yang relatif tinggi di atas 20 persen sejak bulan Januari 1998. Suku bunga SBI kemudian ditingkatkan lagi pada tanggal 23 Maret 1998, misalnya SBI 1 bulan dari 22 persen menjadi 45 persen (dengan tingkat bunga efektif tahunan sebesar 55 persen). Pada giliran selanjutnya dengan suku bunga perbankan yang tinggi diharapkan dapat menahan kecenderungan meningkatnya aliran modal keluar.
Selain itu pengendalian uang primer dilakukan dengan mengelola secara berhati-hati aset domestik. Dalam triwulan pertama tahun 1998 uang primer bertambah sekitar Rp 13 triliun. Efek ekspansi terutama berasal dari revaluasi aset luar negeri dan tagihan kepada bank umum. Sedangkan efek kontraksi ditimbulkan melalui operasi pasar terbuka.
Intervensi terhadap pasar valuta asing juga akan dilakukan untuk menstabilkan nilai tukar. Skala intervensi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa jumlah cadangan devisa harus berada diatas sasaran bulanan maupun triwulanan. Pada akhir bulan April 1998 posisi cadangan devisa luar negeri bersih Bank Indonesia mencapai 14,3 miliar dollar AS yang berarti meningkat dibanding dengan posisi akhir Maret 1998 sebesar 13,2 miliar dollar AS. Penetapan sasaran cadangan devisa merupakan salah satu butir kesepakatan dalam Memorandum Tambahan antara Pemerintah Indonesia dengan IMF. Cadangan luar negeri bersih Bank Indonesia bersama-sama dengan aktiva domestik bersih disepakati menjadi indikator kinerja di bidang moneter.
Selain kedua indikator tersebut di atas, tagihan pada BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) juga merupakan indikator kinerja yang berkaitan dengan kondisi kesehatan perbankan. Tagihan pada BPPN cenderung meningkat sejak akhir bulan Maret 1998, yaitu dari posisi Rp 87,0 triliun menjadi Rp 102,6 triliun pada minggu ketiga bulan Mei 1998. Hal ini menunjukkan masih cukup besarnya bantuan likuiditas yang diperlukan oleh perbankan yang berada dalam pengawasan BPPN.
KEBIJAKKAN FISKAL
Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
KEBIJAKKAN FISKAL dan MONETER SEKTOR LUAR NEGERI
Dampak Kebijakan Moneter, Kebijakan fiscal dan terhadap
pendapatan nasional periode sebelum dan sesudah krisis di Indonesia
Pendapatan nasional merupakan tolok ukur kinerja perekonomian suatu negara. Untukmencapai.tujuan pendapatan nasional yang tinggi diperlukan serangkaian kebijakan khususnyakebijakan.makroekonomi oleh pemerintah. Studi ini menggunakan model Vector Autoregression(VAR) untuk membandingkan dampak kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan nilaitukar terhadap pendapatan nasional. Periode penelitian yang diambil dibagi menjadi dua yaituperiode sebelum krisis (1990:1-1997:2) dan periode sesudah krisis (1997:3-2006:4). Denganmenggunakan variabel jumlah uang beredar,pengeluaran pemerintah, nilai tukar, dan ProdukDomestik Bruto (PDB) dihasilkan beberapa penemuan penting. Berdasarkan hasil analisis dataditemukan bahwa jumlah uang beredar dan pengeluaran pemerintah memiliki dampak positifterhadap PDB, sedangkan dampak nilai tukar adalah negatif. Dengan kata lain,kebijakan moneterdan kebijakan fiskal memiliki dampak yang ekspansif, sedangkan dampak nilai tukar adalahkontraktif. Selain itu ditemukan pula bahwa kebijakan fiskal melalui instrumenpengeluaranpemerintah memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap perubahan pendapatannasional. Hal ini sekaligusmemperkuat pandangan Monetarist bahwa uang tidak banyakberpengaruh terhadap output. Sedangkan dampak nilai tukar yang kontraktif menjadikan dilemabagi pemerintah antara tujuan memperkuat Neraca Pembayaran Internasional (NPI) denganpertumbuhan PDB yang tinggi. Hasil studi di atas tidak menunjukkan perbedaan antara keduaperiode penelitian, yaitu baik periode sebelum maupun sesudah
1.3.
Kebijakan Moneter
Perekonomian Indonesia diwarnai oleh perkembangan yang terjadi pada perekonomianglobal. Perkembangan positif yang terjadi di pasar keuangan global sejak beberapa bulanterakhir, terus berlanjut pada bulan Mei 2009. Hal tersebut tercermin pada membaiknya kondisipasar saham internasional dan terus menurunnya indikator persepsi risiko (Credit Default Swap)di berbagai negara. Sementara itu, hasil “stress test” perbankan di Amerika Serikat menunjukkanhasil yang lebih baik dari perkiraan banyak pihak. Hal tersebut juga telah menambah akaroptimisme terhadap membaiknya kondisi perekonomian global.
Di tengah tekanan dari perekonomian global tersebut, perekonomian Indonesia masihdapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan negara kawasan. Pertumbuhan yang lebih baik itudidukung oleh permintaan domestik yang masih cukup besar dan menjadi motor utamapertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dalam triwulan I-2009 tercatat sebesar4,4% (yoy). Meski menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, konsumsi masyarakatIndonesia tumbuh 5,8% atau berada di atas perkiraan sebelumnya. Angka tersebut, mampumenahan penurunan pertumbuhan ekonomi lebih dalam. Tingginya konsumsi tersebut didorongoleh beberapa program stimulus pemerintah seperti BLT, serta kenaikan gaji PNS, danmeningkatnya Upah Minimum Propinsi (UMR) di berbagai daerah.Di samping itu,meningkatnya konsumsi rumah tangga juga didorong oleh maraknya aktivitas Pemilihan Umum(Pemilu) yang tampak dari pertumbuhan sektoral seperti pengeluaran subsektor jasa periklanan,komunikasi, industri makanan, hotel dan restoran, serta percetakan.
Ke depan, perekonomian domestik diperkirakan masih akan mengalami perlambatanpada Triwulan II-2009 sejalan dengan proyeksi sebelumnya. Meski demikian, aktivitas Pemiludiperkirakan akan terus memberikan dampak yang positif pada konsumsi rumah tangga sehinggakonsumsi rumah tangga pada triwulan II-2009 diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi. Namun,upaya untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi pada triwulan-triwulan selanjutnyamembutuhkan berjalannya stimulus fiskal dan moneter secara efektif. Apabila efektivitasstimulus perekonomian dapat ditingkatkan, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian dapattumbuh mendekati batas atas 3-4%.
Sementara itu, kecenderungan penurunan inflasi diperkirakan masih terus berlanjut.Darisisi eksternal, hal ini didukung oleh masih cenderung rendahnya inflasi di negara-negara mitradagang. Dari sisi domestik, rendahnya tekanan inflasi didukung oleh masih lemahnya permintaandomestik, masih rendahnya tingkat penggunaan kapasitas, dan minimnya tekanan harga darikelompok barang-barang yang diatur Pemerintah (administered price). Dengan perkembangantersebut, prakiraan inflasi untuk triwulan II-2009 diperkirakan mencapai 4,3-4,6%, dan padatahun 2009 akan berada pada kisaran bawah proyeksi 5%-7%.
Dengan mempertimbangkan perkembangan-perkembangan tersebut di atas, Rapat Dewan
Gubernur Bank Indonesia pada 3 Juni 2009 memutuskan untukmenurunkan BI Rate sebesar 25
bps, dari 7,25% menjadi 7,00 %.Keputusan tersebut diharapkan dapat mendukung upayamenjaga gairah pada pertumbuhan ekonomi domestik dengan tetap menjaga kestabilan hargaserta sistem keuangan dalam jangka menengah.
Ke depan, Bank Indonesia akan senantiasa mencermati berbagai perkembanganperekonomian global maupun domestik dan memperhitungkan dengan seksama dampaknya padaperekonomian secara keseluruhan. Bank Indonesia juga akan tetap melanjutkan kebijakan yangmendukung perbaikan ekonomi melalui stimulus moneter apabila ruang bagi pelonggarankebijakan moneter masih tetap terbuka, secara khusus apabila tekanan inflasi terus menurun
1.4.
Kebijakan Fiskal
Krisis keuangan global yang bermula dari AS telah memaksa pemerintah di hampir seluruhnegara untuk mengambil tindakan diskresi berupa kebijakan fiskal yangcounter cycl ical. Dalampidatonya dalam penyampain Nota Keuangan dan RAPBN 2010 tanggal 3 Agustus lalu, PresidenSusilo Bambang Yudoyono juga menegaskan kembali komitmen pemerintah dalam rangkamenanggulangi dampak krisis melalui kebijakan fiskal yangcounter cyclica l sebagai kelanjutanprogram stimulus fiscal yang digulirkan sebelumnya.
Dalam literatur standar ekonomi, kebijakancounter cyclica l didefinisikan sebagai kebijakanpro-aktif pemerintah guna mengatasi pergerakan siklus ekonomi yang ekstrim, bisa berupabooming maupun resesi. Dalam kondisi booming, pemerintah perlu turun tangan untukmengerem aktifitas ekonomi agar tidak terjerumus pada ekonomi kepanasan (overheating) yangakan berdampak pada naiknya laju inflasi. Hal ini bisa dilakukan melalui kebijakan moneter,kebijakan fiskal ataupun kombinasi dari keduanya. Melalui kebijakan moneter,overheating
economy bisa diatasi dengan cara memperketat jumlah uang beredar melaui misalnya kenaikan
suku bunga. Pemerintah, pada sisi lain juga bisa menggunakan instrumen kebijakan fiskaldimana dampaknya bisa lebih bersifat langsung dengan cara menurunkan belanja negara ataumenaikkan pajak.
 Narasumber:




 

nadiapucino Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea