Teori Strategi Pembangunan
Strategi Pembangunan Nasional adalah rantai kebijakan dan aplikasi tentang Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional di Indonesia adalah pembangunan untuk mencapai tujuan nasional yang nyata seperti yang tertulis dalam UUD 1945 Indonesia. Ini adalah untuk melindungi semua rakyat Indonesia dan seluruh wilayah negara, untuk mempromosikan perdamaian dan kesejahteraan, untuk memperbaiki kehidupan nasional, dan untuk berpartisipasi dalam sistem dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembangunan bukan konsep statis. Proses pembangunan nasional adalah suatu proses perubahan budaya dan sosial. Sebuah pembangunan yang mengarah pada proses perbaikan yang memungkinkan pertumbuhan berkelanjutan (proses mandiri) tergantung pada masyarakat dan struktur sosial dan terutama tergantung pada para pemimpin nasional. Dampak dari situasi politik pada pertumbuhan ekonomi diilustrasikan oleh kenyataan bahwa, tanpa komitmen yang kuat untuk pengembangan ekonomi dengan kepemimpinan, tidak ada rencana ekonomi layak bisa diadopsi, dan pra-rencana langkah-langkah yang diperlukan tidak dapat diambil.
Umumnya, banyak negara (terutama negara-negara berkembang) mengambil pendekatan yang direncanakan untuk pembangunan. Pemerintah Indonesia telah digunakan Delapan Rencana Tahun (pada Orde lama) dan Rencana Lima Tahun (pada Orde baru). Perencanaan pembangunan di Indonesia melibatkan "perencanaan melalui pasar". Pemerintah investasi hanya pada fasilitas sosial, misalnya: jalan, pelabuhan, pelabuhan udara, dll
Elemen-elemen Pembangunan Indonesia Secara umum, ada dua faktor yang menentukan keberhasilan kegiatan pembangunan, yaitu: faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Fokus kegiatan pembangunan ekonomi di Indonesia adalah pada lima unsur, yaitu: sumber daya manusia, sumber daya alam, modal, teknologi, dan peran pengusaha.
Sumber Daya Manusia
Indonesia adalah salah satu dari lima negara terbesar di dunia jika dilihat dari segi jumlah penduduk. Namun ada beberapa kelemahan dalam sumber daya manusia sebagai unsur pembangunan ekonomi di Indonesia, seperti:
1. pertumbuhan penduduk sangat tinggi
2. usia penduduk ini tidak menguntungkan
3. penyebaran penduduk yang tidak seimbang
4. penduduk sangat rendah
. Faktor-faktor yang tercantum di atas menjadi hambatan bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Ada beberapa program untuk menghilangkan hambatan-hambatan, seperti: Program Keluarga Berencana sebagai solusi untuk pertumbuhan penduduk yang tinggi dan usia yang tidak menguntungkan penduduk, program transmigrasi untuk memecahkan penyebaran penduduk yang tidak seimbang, pelatihan dan pendidikan sebagai solusi terhadap rendahnya kualitas penduduk. Namun pemerintah harus memberikan insentif untuk menggerakkan kegiatan ekonomi karena di desa banyak orang yang membutuhkan pekerjaan, dan ada "pengangguran terselubung".
Pembangunan bukan konsep statis. Proses pembangunan nasional adalah suatu proses perubahan budaya dan sosial. Sebuah pembangunan yang mengarah pada proses perbaikan yang memungkinkan pertumbuhan berkelanjutan (proses mandiri) tergantung pada masyarakat dan struktur sosial dan terutama tergantung pada para pemimpin nasional. Dampak dari situasi politik pada pertumbuhan ekonomi diilustrasikan oleh kenyataan bahwa, tanpa komitmen yang kuat untuk pengembangan ekonomi dengan kepemimpinan, tidak ada rencana ekonomi layak bisa diadopsi, dan pra-rencana langkah-langkah yang diperlukan tidak dapat diambil.
Umumnya, banyak negara (terutama negara-negara berkembang) mengambil pendekatan yang direncanakan untuk pembangunan. Pemerintah Indonesia telah digunakan Delapan Rencana Tahun (pada Orde lama) dan Rencana Lima Tahun (pada Orde baru). Perencanaan pembangunan di Indonesia melibatkan "perencanaan melalui pasar". Pemerintah investasi hanya pada fasilitas sosial, misalnya: jalan, pelabuhan, pelabuhan udara, dll
Elemen-elemen Pembangunan Indonesia Secara umum, ada dua faktor yang menentukan keberhasilan kegiatan pembangunan, yaitu: faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Fokus kegiatan pembangunan ekonomi di Indonesia adalah pada lima unsur, yaitu: sumber daya manusia, sumber daya alam, modal, teknologi, dan peran pengusaha.
Sumber Daya Manusia
Indonesia adalah salah satu dari lima negara terbesar di dunia jika dilihat dari segi jumlah penduduk. Namun ada beberapa kelemahan dalam sumber daya manusia sebagai unsur pembangunan ekonomi di Indonesia, seperti:
1. pertumbuhan penduduk sangat tinggi
2. usia penduduk ini tidak menguntungkan
3. penyebaran penduduk yang tidak seimbang
4. penduduk sangat rendah
. Faktor-faktor yang tercantum di atas menjadi hambatan bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Ada beberapa program untuk menghilangkan hambatan-hambatan, seperti: Program Keluarga Berencana sebagai solusi untuk pertumbuhan penduduk yang tinggi dan usia yang tidak menguntungkan penduduk, program transmigrasi untuk memecahkan penyebaran penduduk yang tidak seimbang, pelatihan dan pendidikan sebagai solusi terhadap rendahnya kualitas penduduk. Namun pemerintah harus memberikan insentif untuk menggerakkan kegiatan ekonomi karena di desa banyak orang yang membutuhkan pekerjaan, dan ada "pengangguran terselubung".
Strategi Pembangunan Indonesia
Hingar bingar pemilu presiden (pilpres) telah berangsur senyap. Tanggal 8 Juli 2009 seakan menjadi muara dari perjalanan panjang para calon presiden (capres). Jika tidak ada kejadian yang luar biasa kemungkinan besar kita akan mendapati SBY untuk kembali menjabat menjadi presiden RI. Dalam pilpres kali ini, banyak cerita yang telah bertempat tetapi hanya satu yang pasti terekam benar dalam benak publik yaitu janji-janji kampanye. Dalam setiap kampanyenya, para capres selalu menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu jualan utamanya. Pertumbuhan ekonomi pun ditarget mulai dari yang sulit hingga berat ditakar nalar. Terlepas dari irasionalitas dalam penentuan target pertumbuhan ekonomi, konsensus para capres untuk menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama merupakan sebuah perilaku yang obsolit. Para capres seakan kikir dalam berfikir sehingga khilaf dalam menentukan tujuan dan sarana. Oleh karenanya, menarik untuk dikaji apakah pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan atau sarana demi menggapai sesuatu yang sifatnya lebih fundamental.
Rencana Pembangunan Indonesia
Gambaran yang lebih jelas tentang arah yang dituju dalam pembangunan Indonesia dapat dibaca dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Dalam RPJPN tersebut telah ditetapkan bahwa visi pembangunan adalah “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”. “Mandiri” artinya mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. “Maju” dapat diukur dari kualitas SDM, tingkat kemakmuran, kemantapan sistem dan kelembagaan politik dan hukum. Sedangkan “Adil” dicerminkan oleh tidak adanya diskrimasi dalam bentuk apapun, baik antar individu, gender, maupun wilayah. Sementara “Makmur” dapat diukur dari tingkat pemenuhan seluruh kebutuhan hidup.
Di berbagai negara, seperti Cina, tingkat kemakmuran bisa dikelompokkan menjadi 4, yang indikatornya adalah rasio pengeluaran untuk makanan dari total pengeluaran. Apabila rasio pengeluaran untuk makanan diatas 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “miskin”. Apabila rasionya antara 50% - 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “hampir miskin” atau “hanya cukup makan dan pakaian”. Apabila rasionya antara 40% - 50%, maka komunitas tersebut tergolong “relatif makmur”. Sedangkan bila rasionya sudah dibawah 60% dari total pengeluaran, maka komunitas tersebut tergolong “makmur”. Mengacu kepada tolok ukur diatas, sebenarnya masing-masing kita dapat mengira-ngira sendiri termasuk golongan yang mana.
Sebagai informasi, rasio mengeluaran penduduk Cina untuk makanan dari total pengeluaran pada tahun 1978 adalah 57,5% di pedesaan dan 67,7% di perkotaan. Angka tersebut turun menjadi 43,0% di pedesaan dan 35,8% di perkotaan pada tahun 2006 (Bahan Seminar on Economic Administration for Asian Countries, 2008). Artinya penduduk Cina di pedesaan pada saat ini telah relatif makmur, dan di perkotaan sudah makmur.
Selanjutnya, bagaimana di Indonesia ? Dalam RPJPN 2005 – 2025 juga telah ditetapkan misi pembangunan sebagai berikut :
- Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
- Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
- Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
- Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu.
- Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.
- Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.
- Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
- Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. Untuk mencapai misi tersebut, telah ditetapkan pula 4 tahapan pembangunannya, yaitu :
- Dalam RPJMN 1 (2005 – 2009) dilakukan penataan kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
- RPJMN 2 (2010 – 2014) ditujukan untuk memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, dan memperkuat daya saing perekonomian.
- Sedangkan target dalam RPJMN 3 (2015 – 2019) adalah memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek.
- Pada tahapan terakhir, RPJMN 4 (2020 – 2024) diharapkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh belandaskan keunggulan kompetitif.
Dalam pembangunan daya saing bangsa, RPJPN 2005 – 2025 menetapkan arahnya sebagai berikut :
- Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
- Penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global.
- Penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan iptek.
- Pembangunan sarana dan prasarana yang memadai dan maju.
- Reformasi hukum dan birokrasi.
Tantangan
Dalam melaksanakan pembangunan, berbagai tantangan sudah, sedang akan kita dihadapi. Misalnya di bidang perekonomian kita menglami kemajuan, namun dalam tahun-tahun terakhir mengalami tekanan karena terjadinya krisis ekonomi global. Tantangan utamanya adalah menjaga stabilitas dan pemulihan ekonomi. Sebagaimana dilaporkan oleh Bappenas bahwa pertumbuhan ekonomi kita turun dari 6,3% pada tahun 2007 menjadi 6,1% pada 2008, dan diprediksi menjadi 4 – 4,5% pda 2009. Sementara inflasi naik dari 6,6% pada 2006 dan 2007 menjadi 11,1% pada 2008, meskipun angka pada 2008 masih lebih rendah dari inflasi tahun 2005 sebesar 17,1%.
Tingkat pengangguran memang telah menurun, namun masih relatif tinggi, yaitu sebanyak 9,39 juta orang atau 8,39% pada Agustus 2008. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, meskipun terus menurun, namun angkanya masih relatif tinggi yitu 35 juta atau 15,4% pada Maret 2008. Oleh karena itu upaya untuk menekan angka pengangguran dan angka kemiskinan ini masih perlu ditingkatkan.
Upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan, perlu terus dilaksanakan. Meskipun data BPS menjunjukkan usia harapan hidup (UHH) telah meningkat menjadi 70,5 tahun, angka kematian ibu (AKI) 228 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian bayi 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan gizi kurang menjadi 18,45%, namun masih terjadi kesenjangan status kesehtan antar kelompok sosial ekonomi dan antar provinsi.
Kemajuan dalam kemandirian pangan perlu dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus meningkat. Pada tahun 2008, produksi padi kita meningkat 5,4% menjadi sebesr 60,3 juta ton gabah kering giling (GKG). Disamping itu, upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi juga perlu terus ditingkatkan, misalnya dengan meningkatkan pemakaian sumber energi yang akrab lingkungan seperti panas bumi dan bahan bakar nabati (BBN).
Daya saing kita dan dukungan infrastruktur terhadap daya saing juga perlu terus ditingkatkan karena sampai saat ini (2009) kita berada pada ranking 127 dari 181 negara menurut Doing Bussiness Survey. Sedangkan menurut Global Competitiveness Index (GCI) tahun 2008-2009 kita berada pada ranking 55 dari 134 negara. Sementara menurut Institute for Managemen Development (IMD) World Competitiveness, kita berada pada rangking 51 dari 55 negara. Demikian juga halnya dengan daya saing infrastruktur kita yang berada pada pada urutan 96, untuk jalan di urutan ke 105, dan untuk pelabuhan berada di uruatan 104 dari 134 negara.
Tantangan dalam bidang Polhukam juga perlu mendapat perhatian yang serius. Kepastian hukum masih perlu penataan yang lebih baik, dan pelaksanaan demokrsi masih perlu dimantapkan. Sementara stabilitas keamanan dan kemampuan pertahanan perlu ditingkatkan, karena belum mencapai minimum essential force, terjadi penurunan efek penggentar.
Di bidang lingkungan kita juga menghadapi tantangan yang tidak ringan, antara lain masih tingginya laju kerusakan hutan yang mencapai 1,08 juta hektar per tahun. Konflik pemanfaatan ruang antar sektor juga perlu mendapatkan perhatian. Kita juga perlu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan untuk pembangunan ekonomi nasional. Disamping itu dampak global warmingjuga perlu ditangani dengan serius. Dalam periode 2003 – 2005 terjadi lebih dari 1.300 bencana dan 53% diantaranya terkait hydro metrologi (34% banjir dan 16% tanah longsr). Selama tahun El-nino 1994, 1997, 2002, 2003, 2004, dan 2006 terdapat 8 bendungan di pulau Jawa menghasilkan listrik dibawah normal. Kenaikan suhu di Indonesia selama 100 tahun : Palembang naik 4,60 C, Cilacap naik 340 C, dan Surabaya naik 3,20 C.
Selain itu, terjadi pula kesenjangan pembangunan dan kesenjangan kepadatan penduduk antar daerah yang peru diatasi. Misalnya, kepadatan penduduk di provinsi Jakarta adalah 13.344 jiwa per km2, jauh lebih besar dibanding provinsi Papua yang cuma 7 jiwa per km2.
Mengatasi kesenjangan ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Dulu, pada zaman Orde baru digiatkan program transmigrasi untuk mengurangi penduduk di pulau Jawa. Tetapi sampai sekarang, pulau Jawa masih didiami oleh sekitar 2/3 jumlah penduduk Indonesia.
Ada yang mengusulkan agar pembangunan di luar pulau Jawa lebih diprioritaskan, sehingga sentra-sentra ekonomi berpencar di berbagai daerah. Apabila lapangan pekerjaan telah tersebar di berbagai provinsi, di berbagai kabupaten, di berbagai kecamatan, maka pencari kerja beserta keluarganya pasti akan pindah ke sana untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Dengan demikian, tanpa program transmigrasi-pun masyarakat akan pindah sendiri ke luar pulau Jawa. (Catatan : Bahan tulisan ini, antara lain bersumber dari laporan Menneg PPN/Bappenas).
Narasumber :
0 komentar:
Posting Komentar